Menjelajahi Jalan Panjang Secangkir Kopi Malabar – Sahabat Fastrans Travel Bandung, Berwisata ke Pangalengan tidak hanya tentang pegunungan, sumber air panas, atau masakan khas Sunda. Traveler bisa menelusuri asal secangkir kopi arabika Malabar yang rasnya bikin geleng-geleng kepala.
Sosok Slamet Prayogo lah yang ada di balik nikmat specialty coffe alias kopi dengan kualitas tertinggi untuk jenis Malabar. Dia pemilik Malabar Mountain Coffee, Andai di apatah semangat semangat dan tunduk di bawah cemoohan, secangkir kopi Malabar tak akan pernah hadir di hadapan kita.
Menjelajahi Jalan Panjang Secangkir Kopi Malabar
“It’s not how you fall, it’s how you get up”. Prinsip itu dipegang teguh oleh Slamet Prayogo, pemilik sekaligus pendiri Malabar Mountain Coffee. Dia santai saat rasa kopi yang diraciknya dinilai seperti kotoran hewan.
Pria 58 tahun yang akrab disapa Yoga itu tetap telaten merawat kebunnya di kaki Gunung Malabar, Pangalengan, Jawa Barat. Ia juga mempelajari semua hal tentang kopi, dari bibit, pengolahan hingga menjadi secangkir kopi.
Kerja keras dan pantang menyerah itu terjawab di tahun 2014. Kopi Arabika Java Preanger Malabar yang diolah secara natural memperoleh skor tertinggi dalam cupping test di acara lelang Green Bean Asosiasi Kopi Spesialti Indonesia di Kemayoran, Jakarta Utara. Saat itu, kopi Malabar mendapat skor 84. Harganya dibanderol USD 30 (sekitar Rp 400 ribu) per kilogram.
Penasaran dengan kabar ini, saya, yang tergabung dalam Indonesia Coffeeride, menyambangi kebun kopi milik pak Yoga di Pangalengan.
Sayang, hari itu Pak Yoga sedang berada di Kalimantan. Tapi, kami disambut oleh Irwan, tangan kanan Pak Yoga. Melalui Pak Irwan, kami berusaha untuk membuktikan kalau kopi spsialti dari Malabar Mountain Coffee ini betul-betul memiliki kualitas unggul, sesuai dengan ciri khas rasa yang manis (sweet) dengan tingkat asem segar yang ringan (sweet bright acidity).
Kebun Kopi di Ketinggian 1.400 mdpl
Irwan yang telah menanti kedatangan kami menggiring kami ke sebuah saung. Mereka rupanya telah bersiap menyambut kedatangan kami. Sebab, tidak lama kemudian seorang pekerja datang membawa kopi yang diseduh dengan cara V60.
“Ayo mas dicoba, diseruput. Ini kopi yang kami proses dengan cara natural sehingga rasa buahnya lebih terasa,” kata Irwan.
Setelah kami cicipi, kopi yang disajikan mempunyai rasa khas buah-buahan, cenderung rasa lemon dan coklat. Jelas kopi ini dipanggang dengan skala menengah, tidak sampai matang sekali. Kopi di Pangalengan merupakan keturunan dari kopi di daerah Malabar, India yang didatangkan oleh pemerintahan kolonial Belanda pada awal abad ke 17.
Sejak itu biji kopi berkualitas tinggi dari tanah Pasundan membanjiri Eropa. Kopi dari dataran tinggi Pangalengan merupakan salah satu komoditas utama dari sistem tanam paksa oleh VOC pada waktu itu yang disebut Preanger Stelsel (Sistem Priangan).
Dari nama Priangan yang diadopsi itulah timbul istilah Preanger untuk menyebut kopi dari Jawa Barat. Kopi Java Preanger saat itu begitu terkenal di Eropa sehingga orang-orang di sana menyebutnya bukan secangkir kopi, melainkan Secangkir Jawa (a cup of java). Sampai pertengahan abad ke-19 kopi Java Preanger adalah salah satu yang terbaik di dunia.
“Di Malabar Mountain Coffee, setiap pohon kopi diberikan perlakuan khusus sejak dari bibit sehingga mampu berbuah banyak dan produktif. Secara rutin para petani melakukan pemupukan yang teratur, pemangkasan dahan-dahan pohon yang mati dan tidak produktif, serta perawatan tanah di sekitar tanaman,” kata Irwan.Â
“Rumput dan perdu di sekitar kaki pohon kopi harus dicabut karena bisa mencuri nutrisi tanah yang dibutuhkan pohon kopi. Rumput dan perdu yang dicabut dibiarkan membusuk di kaki pohon kopi untuk menjadi pupuk alami,” dia menambahkan.
“Tak hanya di bagian bawah pohon kopi, dahan dan ranting yang tidak berguna juga dipangkas. Proses memangkas ranting dan daun agar tak terlalu rimbun ini penting. Tujuannya, agar tanaman kopi tetap mendapatkan sinar matahari sehingga batang pohon terhindar dari serangan jamur atau virus yang merusak tanaman. Penanganan biji kopi pun diperhatikan betul saat panen,” kata Irwan.
Irwan juga melarang anak buahnya memetik buah yang masih hijau. Kopi yang benar-benar matang berwarna merah atau ceri yang hanya diperbolehkan dipetik. Inipun dipetik dengan cara tidak mematahkan tangkai buah kopi dari rantingnya.
Dengan cara tersebut, satu pohon kopi bisa dipanen lebih dari satu kali dengan rentang waktu hingga tiga bulan. Setelah pemetikan, ceri ini kemudian direndam, dikupas, dicuci dan dijemur di bawah sinar matahari dalam jangka waktu tertentu tergantung rasa yang ingin dihasilkan.
Selain itu, kunci pembeda kopi ini adalah kebun. Menurut Irwan, kopi dari kebun mereka di Pangalengan seluas 50 hektar ini berasal dari jenis arabika dengan ketinggian 1400 mdpl hingga 1800 mdpl.
Sore hari yang cerah itu kami berkesempatan melihat langsung kebun kopi yang dikelola oleh Malabar Mountain Coffee. Jaraknya hanya beberapa menit berkendara dari pabrik pengolahan kopi tempat kami melakukan wawancara dengan mas Irwan.
Empat orang dengan empat sepeda motor melintasi pedesaan di Pangalengan sebelum keluar di area kebun teh yang terhampar luas. Pohon teh memerlukan sinar matahari yang cukup sehingga tidak banyak pohon pelindung di area kebun teh. Sedangkan kopi harus ditanam di ketinggian yang lebih dan memerlukan pohon pelindung.
Hanya sebentar kami berkendara di jalan semi off-road. Matahari sangat ramah dan langit pun biru sekali, bagus sekali untuk berfoto. Jalan yang kami lalui berkontur batu dan tanah ditambah sedikit genangan di sana sini di tengah-tengah kebun teh.
Selepas kebun teh, kami memasuki area yang lebih rimbun. Di sinilah mulai terlihat hamparan pohon kopi di bawah berbagai pohon perindang seperti pinus, cengkeh atau sengon.
Baca Juga : Promo Tour Lembang Ciwidey Fastrans Travel Bandung
Danau di Areal Kamping
Tibalah kami di sebuah danau kecil yang sekaligus menjadi tempat berkemah bila ada pengunjung yang ingin melihat langsung proses pembuatan kopi. Danau kecil ini sebenarnya bukan danau, tetapi sejak ditanami kopi, cekungan ini terisi air karena memang sifat kopi dan pohon pelindung yang menahan air. Inilah salah satu keuntungan menanam kopi, tidak merusak lingkungan.
“Di sini kami biasa menerima tamu yang ingin melihat langsung suasana kebun kopi. Kami menyewakan tenda dan juga layanan makan yang dimasak langsung di sini,” kata Irwan.
“Soal kopi, sudah tentu ada. Kami sajikan secara langsung sehingga lebih segar saat dinikmati. Pada malam hari sudah pasti dingin, kami juga sediakan api unggun dan kudapan,” Irwan menambahkan.
Bisa dibayangkan nikmatnya menyesap kopi langsung di kebunnya, membaur di suasana sejuk pegunungan. Di kebun kopi ini mas Irwan menunjukkan bagaimana menyiangi pohon kopi, memotong ranting dan dahan yang tidak berfungsi, membersihkan bagian bawah pohon kopi dari rumput dan memilih biji kopi yang benar-benar matang.
Seleksi Biji
Setelah selesai proses pengeringan, biji kopi ini kami sortir menjadi tiga bagian, yang pertama adalah kelas specialty, bijinya hampir sempurna dan lebih besar.
Yang kedua, adalah premium, dan yang ketiga adalah kelas commercial yaitu biji kopi berukuran kecil bercampur dengan biji kopi yang tidak utuh atau pecah.
“Proses pemilahan ini melibatkan sekitar 50 KK di sekitar pabrik kami,” kata Irwan.
“Keseluruhan proses mengolah buah kopi menjadi green beans dilakukan di Pangalengan. Setiap proses kami perhatikan dengan seksama termasuk semua alat yang digunakan,” dia menambahkan.
“Jangan sampai karung bekas pupuk dipakai untuk mengemas biji kopi yang telah diseleksi. Kami sangat peduli dengan kualitas kopi yang kami hasilkan. Kesalahan dalam proses kopi bisa terlihat dari rasa yang dihasilkan,” Irwan membeberkan.
Malabar Mountain Coffee di Pangalengan memang hanya menghasilkan dan menjual ke konsumen dalam bentuk biji kopi mentah atau yang kerap disebut green beans.
Tetapi, bila konsumen menginginkan biji kopi yang sudah dipanggang atau roasting, Malabar Mountain Coffee juga menyediakan biji kopi yang siap giling. Mereka memiliki kedai dan roastery di kota Bogor, tepatnya di jalan DR Sumeru.
Malabar Mountain Coffee didirikan pada tahun 2012 dengan luas lahan 1 hektar. Kini pada tahun 2020 mereka telah memiliki luas lahan tanam mencapai 100 hektar.
Lahan tersebut merupakan milik pemerintah yang dikelola oleh salah satu BUMN dan dikontrak dengan sistem bagi hasil. Kebun kopi yang dikelola oleh Malabar Mountain Coffee terpisah di dua area, Pangalengan dan Ciwidey.
Ternyata perjalanan biji kopi arabika menuju secangkir kopi berkualitas cukup panjang, cukup untuk melukiskan perjuangan Slamet Prayogo yang tidak menyerah dan berhasil menanam kopi arabika dengan kualitas tinggi di Pangalengan, Jawa Barat. Itulah yang disebut specialty coffee, kopi arabika dengan kualitas tinggi.
Sumber : Detik Travel